Selasa, 13 Oktober 2009

proposal penelitian pernikahan dini

  1. LATAR BELAKANG

Perkawinan merupakan sunnatullah yang berlaku pada setiap makhluk dan secara mutlak terjadi pada kehiduan binatang dan tumbuhan. Adapun pada manusia, Allah tidak membiarkanya berlaku liar dan mengumbar hawa nafsu seperti yang terjadi pada binatang. Akan tetapi Allah meletakan kaidah-kaidah yang mengatur, menjaga kehormatan dan kemuliaan manusia. Yakni pernikahan secara syar’i yang menjadikan hubungan antara pria dan wanita menjadi hubungan yang sakral. Didasari atas kerelaan, adanya serah terima, serta kelembutan dan kasih sayang antarkeduanya. Sehingga dengan perkawinan seperti itu nafsu seksusal akan disalurkan secara benar, dan dapat menjaga kelangsungan keturunan serata dapat menjaga kehormatan kaum hawa dari perilaku tidak senonoh. Menikah merupakan sunatullah1, sunnah para rasul2 dan merupakan sunnah yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW3. Menurut undang-undang nomor satu tahun 1974, tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga bahagia yang kekal4.

Hukum asal menikah adalah sunah, namun dapat berubah menjadi hukum lain. Misalnya wajib atau haram, tergantung keadaan orang yang melaksanakan hukum nikah. Jika seseorang tidak dapat menjaga kesucian dan akhlaknya kecuali dengan menikah, maka menikah menjadi wajib baginya. Sebab, menjaga kesucian dan akhlak adalah wajib atas setiap muslim, dan jika ini tak dapat terwujud kecuali dengan menikah, maka menikah menjadi wajib baginya. Adapun menikah dini, yaitu menikah dalam usia remaja atau muda, bukan usia tua, hukumnya menurut syara’ adalah sunnah (mandub). Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW .5 Dan tidak ada batasan usia menikah yang ditentukan oleh syariat. Tetapi syari’at hanya menegaskan bagi para pemuda yang mampu untuk menikah6 maka dianjurkan untuk menikah. Maka boleh menikahkan anak laki-laki muda atau anak perempuan muda7. Namun demikian, usia yang ditetapkan oleh undang-undang perkawinan di Indonesia adalah minimal usia 16 tahun bagi perempuan dan usia 19 tahun bagi laki-laki8. Apakah usia yang ditentukan oleh undang-undang tersebut dapat berlaku atau sesuai bagi setiap pasangan di Negara Indonesia. Banyak fakta ditemukan bahwa banyak warga yang melakukan pernikahan dini. Mereka aman-aman saja dalam mengarungi kehidupan rumah tangga dan tidak mengalami hambatan yang berarti.


Bapak M. Fauzil Adhim nampaknya setuju sekali dalam hal pernikahan dini9. Ini dapat dilihat dari bahan presentasi beliau yang memperlihatkan keuntungan-keuntungan yang didapat oleh pasangan yang menikah pada usia remaja. Dan juga terdapat bantahan-bantahan terhadap kelompok yang kontra terhadap pernikahan dini. Dalam pengutaraan presentasinya, bapak fauzil Adzim juga mengambil sumber dari ilmuwan barat yang telah melakukan penelitian terhadap pasangan-pasangan yang telah menikah pada usia muda. Ternyata, dari hasil penelitian yang diperoleh didapat kesimpulan bahwa pasangan yang menikah pada usia muda lebih berbahagia daripada pasangan yang menikah pada usia tua.. Hal itu dikarenakan emosi positif kita masih banyak dan kita penuh dengan prinsip-prinsip sehingga kita bisa tetap mempertahankannya. Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur yang ditentukan oleh undang-undang, tetap dibolehkan untuk menikah dengan syarat mendapat izin dari orang tua dan mendapat dispensasi dari pengadilan atau pejabat lain yan ditunjuk oleh orang tua.10 Meskipun pernikahan tersebut sudah sah, baik menurut agama maupun menurut undang-undang, akan tetapi masih menuai banyak kontroversi. Hal yang menarik dari kontroversi ini adalah pernikahan yang termasuk ruang privat saat ini telah menjadi konsumsi umum untuk mengintervensi. sebagai contoh adalah pernikahan lutfiana ulfa dengan syekh puji. Padahal pernikahan tersebut dinyatakan sah dan kedua belah pihak (pihak laki-laki dan perempuan termasuk kedua orangtua perempuan tidak ada yang memaksa dan dipaksa). Campur tangan dilakukan pihak ketiga tidak hanya oleh individu tetapi sudah melibatkan lembaga yang “identik dengan Perlindungan anak dan Pembelaan Terhadap hak-hak anak”11.

Terlepas dari semua itu, masalah pernikahan dini adalah isu-isu kuno yang sempat tertutup oleh tumpukan lembaran sejarah. Sebenarnya kalau kita mau melihat lebih jauh, fenomena pernikahan dini bukanlah hal yang baru di Indonesia, khususnya daerah Jawa. Penulis sangat yakin bahwa mbah buyut kita dulu banyak yang menikahi gadis di bawah umur. Bahkan pada jaman dahulu, pernikahan di usia ”matang” akan menimbulkan preseden buruk di mata masyarakat. Dan kini, isu tersebut kembali muncul ke permukaan. Hal ini tampak dari betapa dahsyatnya benturan ide yang terjadi antara para sarjana Islam klasik dalam merespons kasus tersebut. Disamping itu, sejarah telah mencatat bahwa Aisyah dinikahi Baginda Nabi SAW dalam usia muda. Begitu pula pernikahan dini merupakan hal yang lumrah di kalangan sahabat. Bahkan sebagian ulama menyatakan pembolehan nikah dibawah umur sudah menjadi konsensus pakar hukum Islam.

Imam Jalaludin Suyuthi pernah menulis dua hadis yang cukup menarik dalam kamus hadisnya. Hadis pertama adalah ”Ada tiga perkara yang tidak boleh diakhirkan yaitu shalat ketika datang waktunya, ketika ada jenazah, dan wanita tak bersuami ketika (diajak menikah) orang yang setara/kafaah”. Hadis Nabi kedua berbunyi, ”Dalam kitab taurat tertulis bahwa orang yang mempunyai anak perempuan berusia 12 tahun dan tidak segera dinikahkan, maka anak itu berdosa dan dosa tersebut dibebankan atas orang tuanya”. Pada hakekatnya, penikahan dini juga mempunyai sisi positif. Kita tahu, saat ini pacaran yang dilakukan oleh pasangan muda-mudi seringkali tidak mengindahkan norma-norma agama. Kebebasan yang sudah melampui batas, dimana akibat kebebasan itu sering kita jumpai tindakan-tindakan asusila di masyarakat. Fakta ini menunjukkan betapa moral bangsa ini sudah sampai pada taraf yang memprihatinkan. Hemat penulis, pernikahan dini merupakan upaya untuk meminimalisir tindakan-tindakan negatif tersebut. Daripada terjerumus dalam pergaulan yang semakin mengkhawatirkan, jika sudah ada yang siap untuk bertanggungjawab dan hal itu legal dalam pandangan syara.

  1. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini penulis ingin mengetengahkan suatu yang telah ada dalam masyarakat ini, yaitu suatu yang sudah sering terjadi yaitu pernikahan dini pada masyarakat di Desa Tambak Mulya, kecamatan Puring, Kabupaten Kebumen Propinsi Jateng. Sehingga hal ini dipandang perlu adanya ketegasan mengenai status hukumnya dalam konteks masyarakat.

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah diatas, maka penulis merumuskan sebagai berikut:

  1. Apa dampak positif dan negative dari pernikahan dini yang ada pada masyarakat desa Tambak Mulya ?

  2. Kenapa pernikahan dini sudah terbiasa terjadi pada masyarakat desa Tambak Mulya ?

  3. Kenapa peran pernikahan dini dalam upaya untuk meminimalisir pergaulan bebas perlu dipertahankan ?

  4. Bagaimana perspektif hukum Islam terhadap pernikahan dini ?


  1. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Mengacu rumusan pertanyaan penelitian di atas, pada prinsipnya penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan praktek pernikahan dini dalam kehidupan masyarakat. Dalam penelitian ini ada beberapa tujuan dan kegunaan yang ingin dicapai oleh peneliti yaitu:

  1. Untuk mengetahui dampak positif dan negative bagi pasangan yang melakukan pernikahan dini. Sehingga dapat meminimalisir dampak negative dan memupuk dampak positifnya.

  2. Untuk memperbaiki pandangan negative terhadap pernikahan dini, yang selama ini ada di masyarakat.

  3. Sebagai sumbangan informasi ilmiah juga pengembangan bagi kajian sosial keagamaan dan diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam kajian-kajian ilmiah khususnya sosial keagamaan berikutnya. Semoga berguna bagi masyarakat Tambak Mulya pada khususnya dan umat islam pada umumnya.

  1. Telaah Pustaka

Setelah dilakukan penelusuran ternyata banyak penelitian yang membahas tentang masalah pernikahan di bawah umur atau pernikahan dini. Di antaranya adalah seperti di bawah ini :

Skripsi yang ditulis oleh Geta Nurmalasari ”Pernikahan dini dan Rendahnya perceraian” (studi kasus di desa Brenggolo kec Kalitidu Bojonegoro Jatim). Skripsi tersebut menerangkan bahwa pernikahan dini tidak menimbulkan perceraian yang terlalu besar.

Skripsi yang ditulis oleh Sofyan Zefri ”Pemalsuan Usia dalam Perkawinan” (Studi Putusan Pengadilan Agama Jember Tentang Pembatalan Perkawinan tahun 2004). Skripsi tersebut menerangkan bahwa : Pertama, Pemalsuan usia nikah untuk menghindar dari ketentuan birokrasi. Dengan memanipulasi keterangan lahir agar diberi izin nikah di bawah umur. Kedua, perkawinan tidak sah dan terjadi karena kesengajaan sehingga dikategorikan kejahatan dan dikenai pidana. Ketiga, adanya pembatalan perkawinan dengan alasan pemalsuan usia ini adalah tepat. Karena didasarkan pada ketentuan batasan usia kawin.

Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Syaikhul Amin ”Pengaruh Perkawinan Usia Muda Terhadap tingkat Perceraian (Studi kasus di Pengadilan Agama Brebes Tahun 2003). Skripsi tersebut menerangkan bahwa : pertama, menikah pada usia muda menyebabkan banyak perceraian. Kedua, menikah usia muda benyak mempunyai efek negatif. Nikah muda disebabkan oleh beberapa aspek di antaranya : Aspek pendidikan yang rendah, Aspek ekonomi menengah ke bawah.

Cukup menarik karena dari beberapa skripsi tersebut ternyata hanya satu skripsi yang memandang positif terhadap pernikahan dini.

  1. Kerangka Teoritik

Secara alamiah, pada manusia dewasa akan timbul nafsu seksual yang perlu disalurkan. Jika tidak tersalurkan, manusia bisa mengalami masa-masa kegelisahan. Sedang, jika dapat disalurkan dengan cara yang benar, akan menimbulkan ketenangan batin dan ketentraman jiwa dan dapat memupuk rasa sayang yang bertanggung jawab. Cara benar yang dimaksud diatas adalah cara yang sudah ditentukan, baik oleh hukum maupun agama, yaitu yang disebut dengan perkawinan.

Bentuk perkawinan ini lebih memberikan jalan yang aman pada naluri kebutuhan biologis, memelihara keturunan dengan baik dan menjaga kaum perempuan agar tidak laksana rumput yang bisa dimakan oleh binatang ternak seenaknya. Menurut Sayyid Sabiq, pergaulan suami isteri diletakkan di bawah naungan naluri keibuan dan kebapakkan, sehingga nantinya akan menimbulkan buah yang bagus. Peraturan perkawinan seperti inilah yang diridhoi Allah dan diabadikan Islam untuk selamanya.12

Islam tidak pernah mensyaratkan sahnya suatu perkawinan karena usia pihak-pihak yang akan menikah. Artinya, suatu perkawinan tetap menjadi sah jika rukun dan syaratnya terpenuhi. Tidak adanya persyaratan usia suami isteri itu merupakan kemudahan yang diberikan oleh agama, karena ada segi-segi positif lain yang dituju. Akan tetapi, karena perkawinan itu bukan merupakan hal sederhana, maka agama mengharuskan adanya beberapa rukun dan syarat guna menumbuhkan rasa tanggung jawab.

Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono pada tahun 1983, melalui tulisannya berjudul Bagaimana Kalau Kita Galakkan Perkawinan Remaja? Ketika fitnah syahwat kian tak terkendali, ketika seks pranikah semakin merajalela, terutama yang dilakukan oleh kaum muda yang masih duduk di bangku-bangku sekolah, tidak peduli apakah dia SMP bahkan SD, apalagi SMA maupun perguruan tinggi.13

Kekhawatiran dan kecemasan timbulnya persoalan-persoalan psikis dan sosial telah dijawab dengan logis dan ilmiah oleh Muhammad Fauzil Adhim dalam bukunya “Indahnya Pernikahan Dini”, juga oleh Clarke-Stewart & Koch lewat bukunya “Children Development Through”: bahwa pernikahan di usia remaja dan masih di bangku sekolah bukan sebuah penghalang untuk meraih prestasi yang lebih baik, bahwa usia bukan ukuran utama untuk menentukan kesiapan mental dan kedewasaan seseorang bahwa menikah bisa menjadi solusi alternatif untukmengatasi kenakalan kaum remaja yang kian tak terkendali.14

Selain itu, menurut bukti-bukti (bukan hanya sekedar teori) psikologis, pernikahan dini juga sangat baik untuk pertumbuhan emosi dan mental, sehingga kita akan lebih mungkin mencapai kematangan yang puncak15.

Bahkan menurut Abraham M. Maslow. Menurutnya, orang yang menikah di usia dini lebih mungkin mencapai taraf aktualisasi diri lebih cepat dan lebih sempurna dibanding dengan mereka yang selalu menunda pernikahan. Pernikahan akan mematangkan seseorang sekaligus memenuhi separuh dari kebutuhan-kebutuhan psikologis manusia, yang pada gilirannya akan menjadikan manusia, mampu mencapai puncak pertumbuhan kepribadian yang mengesankan.16 Bagaimana dengan pernikahan dini yang menyebabkan ketidak harmonisan rumah tangga. Setelah diteliti, pernikahan dini yang rentan perceraian itu adalah pernikahan yang diakibatkan “kecelakaan” (MBA).17 Hal ini bisa dimaklumi, sebab pernikahan karena kecelakaan lebih karena keterpaksaan, bukan kesadaran dan kesiapan serta orientasi nikah yang kuat.

Menurut Afriyati, salah satu faktor yang menyebabkan hubungan seksual pranikah adalah penundaan perkawinan. Karena penyaluran seksual tidak dapat dilakukan disebabkan adanya penundaan perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang perkawinan maupun karena norma sosial yang makin lama makin menuntut persyaratan yang makin tinggi ntuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dll).18


  1. Metode Penelitian

Metode kepustakaan yaitu dengan cara mengambil sumber-sumber yang dianggap sangat berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, adapun data yang diperoleh melalui buku-buku, koran, atau majalah.

Riset lapangan adalah mengadakan penelitian secara langsung di desa Tambak Mulya kecamatan Puring kabupaten Kebumen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif yaitu penelitian atau penyelidikan yang bertujuan pada pemacahan masalah tentang pernikahan dini yang ada pada masyarakat.

Untuk mempermudah pengumpulan data, maka penulis menentukan responden untuk dijadikan sumber data, karena pendekatannya kualitatif. Dalam hal ini yang dijadikan sumber data primer lima suami istri yang melaksanakan pernikahan dini.









  1. Daftar Pustaka

Adhim , Muhammad Fauzil : Indahnya Pernikahan Dini, 2002


Adhim, Muhammad Fauzil : Seminar pro-kontra pernikahan dini, Aula Fakultas Kedokteran UNAND Jati, 9.30-15.45 /11 Juni 2006. http://zulfadli088.multiply.com (acces 9 mei 2009)


Afriyati : Perilaku seksual remaja santri di pesantren Purba Baru Tapanuli Selatan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, 2002

Amiur Nurudin dan Azhari Akmal Tarigan : Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No 1/1974 sampai KHI). Jakarta : Prenada Media 2004

At-Tuwaijiri, syaikh Muhammad : Ensiklopedi Islam al-Kamil, alih bahasa Futuhal Arifin dkk, Jakarta : Darus Sunnah Press. 2007

Firmansyah, Burhan : Fenomena Nikah Muda, Buletin Nyampleng Edisi 01, 2009

Kamaludin dan A. Marzuki : Fiqh As-Sunnah Jilid VI, Bandung. : PT. Al-Ma’arif.

1998

Rusliyanto, Iwan : pernikahan dini bukan sekedar alternative, 2007. www.wonosari.com. Acces 9 mei 2009

Undang-undang Perkawinan di Indonesia (dilengkapi Kompilasi Hukum Islam Indonesia). Surabaya : Arkola









1  Dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 21, Allah berfirman : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaa-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu ras kasih dan saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesran Allah) bagi kaum yang berpikir”.


2  Dalam Al-Qur’an Surat Ar-Ra’d ayat 38, Allah berfirman : “Dan sesungguhya kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kamu dan kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan”.


3  Dalam hadits riwayat Bukhari Muslim, Nabi SAW bersabda : “Nikah itu adalah sunnahku, dan barang siapa yg tidak melakukan sunnahku, bukanlah ia dari golonganku dan berkahwinlah kamu kerana aku akan merasa bangga dengan banyaknya kamu pada hari kiamat.”.



4 Tujuan perkawinan ini dapat dielaborasi menjadi tiga hal : pertama, suami-istri saling bantu membantu serta saling lengkap-melengkapi. Kedua, masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya dan untuk pengembangan kepribadian itu suami-istri harus saling membantu. Ketiga, tujuan terakhir yang ingin dikejar oleh keluarga bangsa Indonesia ialah keluarga yang bahagia sejahtera spiritual dan material. Amiur Nurudin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, studi kritis perkembangan hukum islam dari fikih uu no 1/1974 sampai KHI (Jakarta : Prenada Media, 2004) hal. 51


5 Dalam hadits riwayat Bukhari Muslim Nabi SAW bersabda : “ Wahai para pemuda, barangsiapa yang telah mampu, hendaknya kawin, sebab kawin itu akan lebih menundukkan pandangan dan akan lebih menjaga kemaluan. Kalau belum mampu, hendaknya berpuasa, sebab puasa akan menjadi perisai bagimu ”.


6 Ibid.


7 http://one.indoskripsi.com\hukum syara, 15 maret 2009



8 UU NO 1 Tahun 1974, pasal 7 ayat 1 : “perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.


9 http://zulfadli088.multiply.com (acces 9 mei 2009) Seminar pro-kontra pernikahan dini, Aula Fakultas Kedokteran UNAND Jati, 9.30-15.45 /11 Juni 2006.


10 UU NO 1 Tahun 1974, pasal 7 ayat 2 : Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.


11 Ir. Masnah Sari, SH mengungkapkan bahwa Undang-undang Perlindungan Anak merupakan hasil konvensi hak anak. “Di dalam salah satu pasalnya , usia pernikahan harus diatas 18 tahun. UU Perlindungan Anak melindungi anak tanpa mempertimbangkan hak kewarganegaraannya. Anak harus diasuh demi keutuhan keluarga, diberi sarana material, moral dan spritual untuk perkembangan.”



12 Fiqh As-Sunnah Jilid VI, Alih Bahasa H. Kamaludin dan A. Marzuki, Bandung. : PT. Al-Ma’arif.

1998, hal. 10


13 www.wonosari.com (acces tanggal 9 mei 2009) pernikahan dini bukan sekedar alternative, oleh Iwan Rusliyanto, 9 juli 2007


14 Ibid.


15 Muhammad Fauzil Adhim, Indahnya Pernikahan Dini, 2002


16 www.wonosari.com (acces tanggal 9 mei 2009) pernikahan dini bukan sekedar alternative, oleh Iwan Rusliyanto, 9 juli 2007



17 Sebagai contoh : pengamatan yang dilakukan oleh Burhan Firmansyah, Buletin Nyampleng Edisi 01


18 Afriyati : perilaku seksual remaja santri di pesantren purba baru tapanuli selatan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, 2002